Pemilihan umum Yunani yang akan menentukan nasib Eropa telah
berlangsung, Minggu, 17 Juni 2012. Hasil pemilu ini akan membawa negara
dengan krisis utang itu apakah keluar dari zona euro atau tidak. Jika
masyarakat Yunani lebih banyak memilih keluar, gerbang krisis yang sudah
terbuka makin terbuka lebih lebar.
Pemilu kali ini merupakan ulangan pemilu 6 Mei lalu yang berakhir dengan jalan buntu. Mereka tidak setuju dengan "hukuman" dari lembaga pinjaman internasional yang menetapkan sejumlah syarat seperti kenaikan pajak, penghematan di tengah pemotongan gaji buruh dan sulitnya mendapat pekerjaan.
Kubu sayap kiri, partai SYRIZA yang dipimpin Alexis Tsipras mengusung penolakan syarat pinjaman sebesar 130 miliar euro (US$163,75 miliar) dari dana bailout. Ia menyatakan tidak akan memenuhi persyaratan IMF dan Uni Eropa karena dianggap kian menyengsarakan rakyat. Sudah susah mendapat kerja karena kena PHK akibat penghematan anggaran negara, mereka pun harus dibebani dengan pajak yang tinggi. Tsipras mengatakan Euro tak mampu untuk memangkas Yunani dan mengatasi kejatuhan sisa 17 anggota zona euro.
Kubu sebaliknya, pemimpin Partai Demokrasi Baru Antonis Samaras mengatakan tindakan menolak bailout Uni Eropa dan IMF berarti mengembalikan Yunani ke mata uang Yunani sebelum menggunakan euro, yaitu drachma. Itu akan menimbulkan bencana ekonomi lebih besar. Ia mengatakan kepada pendukungnya ini seperti memilih "euro vs drachma".
Jika mayoritas masyarakat memilih Partai Demokrasi Baru, Yunani selanjutnya dapat bekerja ke tahap berikutnya seperti pemotongan belanja publik yang diminta oleh kreditur yang disebut "troika". Troika merupakan gabungan dari Komisi Eropa, IMF dan Bank Sentral Eropa.
Namun jika sebaliknya, ketidakpastian apakah Yunani bisa tetap berada di zona euro semakin meningkat. Pasar mulai mengantisipasi keluarnya Yunani dari zona euro jika partai sayap kiri membatalkan kesepakatan perjanjian bailout saat ini.
Dampak terhadap krisis Eropa
Ketidakpastian Yunani ini pada gilirannya akan meningkatkan tekanan pada Spanyol dan Italia di tengah kegamangan zona euro secara keseluruhan. Gabungan ekonomi yang telah diselamatkan yaitu Irlandia, Portugal dan Yunani dianggap masih kecil jika dibanding Spanyol yang disebut "too big to bail, too big to fail". Bantuan Uni Eropa terhadap sistem perbankan Spanyol sebesar 100 miliar euro (US$125 miliar) membuat reli pasar saham dan obligasi selama 24 jam.
Namun selanjutnya imbal hasil surat utang Spanyol bertenor 10 tahun berada di level 7 persen. Pemerintahan baru Spanyol menolak bailout penuh dengan alasan telah melakukan reformasi ekonomi drastis. Lembaga rating seperti Moodys's memangkas peringkat utang Spanyol tiga tingkat sehingga Spanyol berada di atas status sampah, setara dengan Azerbaijan. Pengangguran mencapai rekor tertinggi, terutama di kalangan muda, dan harga rumah juga mengalami keruntuhan.
Skenario terburuknya kekacauan zona euro yang dimulai dari Yunani menjalar ke Spanyol dan Italia. Menteri perekonomian Yunani mengatakan negaranya memiliki cukup uang untuk bertahan hingga 15 Juli.
Dalam skenario ini, Jerman memilih untuk menempatkan prinsip disiplin fiskal. Deputi Menteri Keuangan Jerman Steffen Kampeter mengatakan kepada BBC bahwa utang merupakan tanggung jawab nasional.
"Saya tak melihat banyak strategi dimana kita bersosialisasi dan mendistribusikan keputusan politik yang buruk yang dibuat oleh beberapa orang yang over pinjaman," ujarnya.
Jerman telah mengesampingkan opsi eurobond, yang akan lebih digunakan untuk negara ekonomi perifer. Kanselir Jerman Angela Merkel mengingatkan peran Jerman dalam penyelamatan zona euro adalah "tidak terbatas" "Kita harus menahan godaan untuk membiayai pertumbuhan melalui utang baru," ujarnya.
Berlarutnya masalah Eropa ini membuat Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick mengingatkan risiko Eropa yang kini mengalami ketidakpastian. Zoellick yang akan lengser dari Bank Dunia akhir bulan ini mengkritik Eropa yang selalu bertindak terlambat.
"Ini bukan bagaimana memilih model yang akan digunakan, tapi mereka hanya harus memutuskan satu. Cepat. " ujarnya dalam wawancara dengan majalah Jerman Der Spiegel.
Dia mengatakan keluarnya Yunani dari zona euro akan memiliki konsekuensi yang sangat besar. Eropa seharusnya tidak membiarkan dirinya disandera oleh Athena. Menurutnya jika Yunani mengancam meninggalkan zona euro, seluruh Eropa harus memiliki mekanisme untuk meredam itu.
Sementara dalam wawancara terpisah dengan koran Inggris, Zoellick memperingkatkan risiko "momen Lehman Brothers" yang memicu kebangkrutan Amerika pada September 2008 dapat memicu merosotnya keuangan global.
Bank Sentral Siapkan Dana
Peliknya masalah Yunani ini membuat bank sentral negara ekonomi siap berkoordinasi untuk menjaga pasar dengan menyediakan likuiditas jika terjadi kekacauan usai pemilu Yunani. Bank sentral siap bertindak mencegah tekanan kredit di pasar terkait hasil pemilu Yunani.
Tak hanya bank sentral negara maju, Bank Indonesia juga telah mengantisipasi dampak dari pemilihan umum Yunani itu. Otoritas moneter itu telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi potensi memburuknya krisis Eropa, khususnya terkait pelaksanaan pemilu di Yunani pada 17 Juni 2012.
“Kami akan meningkatkan pasokan valas di pasar sesuai dengan kebutuhan sebagai bagian untuk stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, dalam siaran persnya, Jumat 15 Juni 2012.
Selain intervensi di pasar valas, BI terus melanjutkan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang selama ini telah dilakukan, termasuk pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder, penerbitan term deposit valas, dan pengembangan instrumen-instrumen transaksi valas di dalam negeri lainnya.
"BI menilai dampak langsung dari krisis Eropa terhadap korporasi maupun perbankan Indonesia sejauh ini relatif terbatas," ujar Darmin.
Posisi utang luar negeri swasta Indonesia dari Eropa per April 2012 tercatat US$21,6 miliar, dengan sebagian besar berasal dari Belanda (57,3 persen), Inggris (10,7 persen), Jerman (6,4 persen), dan Prancis (2,5 persen). Eksposur utang ke negara-negara PIIGS (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani, dan Spanyol) sangat kecil. "Demikian pula eksposur perbankan Indonesia terhadap Eropa juga relatif kecil," tambah Darmin.
Dampak memburuknya krisis Eropa terutama dirasakan pada tekanan di pasar valas dan keuangan. Hal itu telah terjadi selama ini, dengan intensitas yang meningkat, khususnya sejak awal Mei seperti yang tercermin dari tekanan pada pelemahan nilai tukar dan penurunan indeks harga saham di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Bank Indonesia selama ini telah meningkatkan pasokan likuiditas valas untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan membeli SBN di pasar sekunder.
Cadangan devisa per 31 Mei 2012 mencapai US$111,5 miliar, atau cukup untuk memenuhi 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Sejauh ini, kondisi kecukupan likuiditas baik valas maupun rupiah tetap terjaga,” tegas Gubernur BI.
Bagaimana pasar saham?
Analis PT Lautandhana Securindo, Willy Sanjaya, memprediksi pasar saham akan mencermati pemilu Yunani. Namun pasar masih berpotensi melanjutkan rebound, karena sejumlah indeks global dan regional juga masih menguat.
Pada transaksi Jumat 15 Juni, sejumlah indeks saham di bursa Asia menguat. Indeks Shanghai di bursa China naik 0,47 persen, Hang Seng di Hong Kong terangkat 2,26 persen, Nikkei di Jepang menguat 0,01 persen, dan Straits Times di bursa Singapura naik 1,34 persen.
Sementara itu, indeks Dow Jones juga menguat 0,9 persen, S&P terangkat 1,03 persen, dan Nasdaq naik 1,29 persen. Di bursa domestik, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga menguat 0,7 persen.
Dia menjelaskan, krisis yang terjadi saat ini di Eropa berbeda dengan 2008. Krisis yang melanda Eropa lebih terkait dengan negara, sedangkan 2008 menyangkut perusahaan. "Kan beda. Apalagi, sebelum membeli saham, yang dilihat investor adalah fundamental perusahaannya," ujar Willy kepada VIVAnews, Minggu 17 Juni 2012.
Saat ini, dia menilai, merupakan waktu yang tepat bagi sejumlah saham untuk kembali berbalik arah menguat. "Saya melihat, banyak harga saham yang sudah murah akan cepat rebound," tuturnya.
Meski demikian, sebelumnya, analis PT Panin Sekuritas Tbk, Purwoko Sartono, mengingatkan, selain faktor Yunani, pelaku pasar juga masih mencermati langkah Moody's yang menurunkan peringkat utang Spanyol sebanyak tiga tingkat dari A3 menjadi Baa3. Penurunan peringkat itu seiring meningkatnya beban utang, pelemahan ekonomi, dan keterbatasan akses ke pasar modal.
"Investor masih akan cenderung mencermati kepastian langkah konkret dalam menangani krisis utang Eropa," tuturnya.
Pemilu kali ini merupakan ulangan pemilu 6 Mei lalu yang berakhir dengan jalan buntu. Mereka tidak setuju dengan "hukuman" dari lembaga pinjaman internasional yang menetapkan sejumlah syarat seperti kenaikan pajak, penghematan di tengah pemotongan gaji buruh dan sulitnya mendapat pekerjaan.
Kubu sayap kiri, partai SYRIZA yang dipimpin Alexis Tsipras mengusung penolakan syarat pinjaman sebesar 130 miliar euro (US$163,75 miliar) dari dana bailout. Ia menyatakan tidak akan memenuhi persyaratan IMF dan Uni Eropa karena dianggap kian menyengsarakan rakyat. Sudah susah mendapat kerja karena kena PHK akibat penghematan anggaran negara, mereka pun harus dibebani dengan pajak yang tinggi. Tsipras mengatakan Euro tak mampu untuk memangkas Yunani dan mengatasi kejatuhan sisa 17 anggota zona euro.
Kubu sebaliknya, pemimpin Partai Demokrasi Baru Antonis Samaras mengatakan tindakan menolak bailout Uni Eropa dan IMF berarti mengembalikan Yunani ke mata uang Yunani sebelum menggunakan euro, yaitu drachma. Itu akan menimbulkan bencana ekonomi lebih besar. Ia mengatakan kepada pendukungnya ini seperti memilih "euro vs drachma".
Jika mayoritas masyarakat memilih Partai Demokrasi Baru, Yunani selanjutnya dapat bekerja ke tahap berikutnya seperti pemotongan belanja publik yang diminta oleh kreditur yang disebut "troika". Troika merupakan gabungan dari Komisi Eropa, IMF dan Bank Sentral Eropa.
Namun jika sebaliknya, ketidakpastian apakah Yunani bisa tetap berada di zona euro semakin meningkat. Pasar mulai mengantisipasi keluarnya Yunani dari zona euro jika partai sayap kiri membatalkan kesepakatan perjanjian bailout saat ini.
Dampak terhadap krisis Eropa
Ketidakpastian Yunani ini pada gilirannya akan meningkatkan tekanan pada Spanyol dan Italia di tengah kegamangan zona euro secara keseluruhan. Gabungan ekonomi yang telah diselamatkan yaitu Irlandia, Portugal dan Yunani dianggap masih kecil jika dibanding Spanyol yang disebut "too big to bail, too big to fail". Bantuan Uni Eropa terhadap sistem perbankan Spanyol sebesar 100 miliar euro (US$125 miliar) membuat reli pasar saham dan obligasi selama 24 jam.
Namun selanjutnya imbal hasil surat utang Spanyol bertenor 10 tahun berada di level 7 persen. Pemerintahan baru Spanyol menolak bailout penuh dengan alasan telah melakukan reformasi ekonomi drastis. Lembaga rating seperti Moodys's memangkas peringkat utang Spanyol tiga tingkat sehingga Spanyol berada di atas status sampah, setara dengan Azerbaijan. Pengangguran mencapai rekor tertinggi, terutama di kalangan muda, dan harga rumah juga mengalami keruntuhan.
Skenario terburuknya kekacauan zona euro yang dimulai dari Yunani menjalar ke Spanyol dan Italia. Menteri perekonomian Yunani mengatakan negaranya memiliki cukup uang untuk bertahan hingga 15 Juli.
Dalam skenario ini, Jerman memilih untuk menempatkan prinsip disiplin fiskal. Deputi Menteri Keuangan Jerman Steffen Kampeter mengatakan kepada BBC bahwa utang merupakan tanggung jawab nasional.
"Saya tak melihat banyak strategi dimana kita bersosialisasi dan mendistribusikan keputusan politik yang buruk yang dibuat oleh beberapa orang yang over pinjaman," ujarnya.
Jerman telah mengesampingkan opsi eurobond, yang akan lebih digunakan untuk negara ekonomi perifer. Kanselir Jerman Angela Merkel mengingatkan peran Jerman dalam penyelamatan zona euro adalah "tidak terbatas" "Kita harus menahan godaan untuk membiayai pertumbuhan melalui utang baru," ujarnya.
Berlarutnya masalah Eropa ini membuat Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick mengingatkan risiko Eropa yang kini mengalami ketidakpastian. Zoellick yang akan lengser dari Bank Dunia akhir bulan ini mengkritik Eropa yang selalu bertindak terlambat.
"Ini bukan bagaimana memilih model yang akan digunakan, tapi mereka hanya harus memutuskan satu. Cepat. " ujarnya dalam wawancara dengan majalah Jerman Der Spiegel.
Dia mengatakan keluarnya Yunani dari zona euro akan memiliki konsekuensi yang sangat besar. Eropa seharusnya tidak membiarkan dirinya disandera oleh Athena. Menurutnya jika Yunani mengancam meninggalkan zona euro, seluruh Eropa harus memiliki mekanisme untuk meredam itu.
Sementara dalam wawancara terpisah dengan koran Inggris, Zoellick memperingkatkan risiko "momen Lehman Brothers" yang memicu kebangkrutan Amerika pada September 2008 dapat memicu merosotnya keuangan global.
Bank Sentral Siapkan Dana
Peliknya masalah Yunani ini membuat bank sentral negara ekonomi siap berkoordinasi untuk menjaga pasar dengan menyediakan likuiditas jika terjadi kekacauan usai pemilu Yunani. Bank sentral siap bertindak mencegah tekanan kredit di pasar terkait hasil pemilu Yunani.
Tak hanya bank sentral negara maju, Bank Indonesia juga telah mengantisipasi dampak dari pemilihan umum Yunani itu. Otoritas moneter itu telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi potensi memburuknya krisis Eropa, khususnya terkait pelaksanaan pemilu di Yunani pada 17 Juni 2012.
“Kami akan meningkatkan pasokan valas di pasar sesuai dengan kebutuhan sebagai bagian untuk stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, dalam siaran persnya, Jumat 15 Juni 2012.
Selain intervensi di pasar valas, BI terus melanjutkan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang selama ini telah dilakukan, termasuk pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder, penerbitan term deposit valas, dan pengembangan instrumen-instrumen transaksi valas di dalam negeri lainnya.
"BI menilai dampak langsung dari krisis Eropa terhadap korporasi maupun perbankan Indonesia sejauh ini relatif terbatas," ujar Darmin.
Posisi utang luar negeri swasta Indonesia dari Eropa per April 2012 tercatat US$21,6 miliar, dengan sebagian besar berasal dari Belanda (57,3 persen), Inggris (10,7 persen), Jerman (6,4 persen), dan Prancis (2,5 persen). Eksposur utang ke negara-negara PIIGS (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani, dan Spanyol) sangat kecil. "Demikian pula eksposur perbankan Indonesia terhadap Eropa juga relatif kecil," tambah Darmin.
Dampak memburuknya krisis Eropa terutama dirasakan pada tekanan di pasar valas dan keuangan. Hal itu telah terjadi selama ini, dengan intensitas yang meningkat, khususnya sejak awal Mei seperti yang tercermin dari tekanan pada pelemahan nilai tukar dan penurunan indeks harga saham di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Bank Indonesia selama ini telah meningkatkan pasokan likuiditas valas untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan membeli SBN di pasar sekunder.
Cadangan devisa per 31 Mei 2012 mencapai US$111,5 miliar, atau cukup untuk memenuhi 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Sejauh ini, kondisi kecukupan likuiditas baik valas maupun rupiah tetap terjaga,” tegas Gubernur BI.
Bagaimana pasar saham?
Analis PT Lautandhana Securindo, Willy Sanjaya, memprediksi pasar saham akan mencermati pemilu Yunani. Namun pasar masih berpotensi melanjutkan rebound, karena sejumlah indeks global dan regional juga masih menguat.
Pada transaksi Jumat 15 Juni, sejumlah indeks saham di bursa Asia menguat. Indeks Shanghai di bursa China naik 0,47 persen, Hang Seng di Hong Kong terangkat 2,26 persen, Nikkei di Jepang menguat 0,01 persen, dan Straits Times di bursa Singapura naik 1,34 persen.
Sementara itu, indeks Dow Jones juga menguat 0,9 persen, S&P terangkat 1,03 persen, dan Nasdaq naik 1,29 persen. Di bursa domestik, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga menguat 0,7 persen.
Dia menjelaskan, krisis yang terjadi saat ini di Eropa berbeda dengan 2008. Krisis yang melanda Eropa lebih terkait dengan negara, sedangkan 2008 menyangkut perusahaan. "Kan beda. Apalagi, sebelum membeli saham, yang dilihat investor adalah fundamental perusahaannya," ujar Willy kepada VIVAnews, Minggu 17 Juni 2012.
Saat ini, dia menilai, merupakan waktu yang tepat bagi sejumlah saham untuk kembali berbalik arah menguat. "Saya melihat, banyak harga saham yang sudah murah akan cepat rebound," tuturnya.
Meski demikian, sebelumnya, analis PT Panin Sekuritas Tbk, Purwoko Sartono, mengingatkan, selain faktor Yunani, pelaku pasar juga masih mencermati langkah Moody's yang menurunkan peringkat utang Spanyol sebanyak tiga tingkat dari A3 menjadi Baa3. Penurunan peringkat itu seiring meningkatnya beban utang, pelemahan ekonomi, dan keterbatasan akses ke pasar modal.
"Investor masih akan cenderung mencermati kepastian langkah konkret dalam menangani krisis utang Eropa," tuturnya.
Sumber: Reuters, CNN
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Sertakan Komentar Anda Disini Dengan Komentar Yang Sopan , Mohon Bila Berkometar Pastikan Tidak Mengandung Kalimat Sara dan Penghinaan